Rabu, 18 Februari 2015

Tampil gaya dengan desain dan perabot bergaya vintage

TEMPO.CO, Jakarta - Sangat mudah menemukan toko furnitur di Jakarta saat ini. Kawasan Kemang bisa dibilang salah satu pusatnya. Produk hasil karya dalam dan luar negeri ada di sana. Beberapa toko yang sudah terkenal, misalnya Decorus, Tryst Living, MOIE, dan Toimoi. Keluar dari kawasan itu, ada juga yang menyediakan furnitur hasil pengerjaan massal, salah satunya Index. Dalam waktu dekat pun rencananya perusahaan asal Swedia, Ikea, bakal masuk ke Indonesia.

Penataan perabot di dalam toko-toko itu sudah pasti rapi sehingga terkadang membuat sungkan pembeli. Perlu sedikit usaha kalau ingin mencari toko yang terasa tak formal, tapi produknya tetap berkualitas. Contohnya, Moje Natural. Lokasinya berada di kawasan Jagakarsa, dekat Kebun Binatang Ragunan. Toko ini cukup unik karena berada di dalam rumah tradisional. Bagian mukanya menampilkan atap perisai yang besar, lalu di bawahnya terdapat teras yang dibatasi oleh pagar setinggi pinggang, seperti rumah kebaya dari Betawi.

Masuk ke dalamnya, furnitur tidak ditata rapi, malah terkesan berantakan. Meja makan diapit dua kursi yang berbeda desain dan warna. Tak jauh dari situ, ada lemari sepatu, lemari makan, sofa, meja untuk minum teh, juga berbagai jenis kursi. Semua seolah berserakan seperti di gudang. Tak ada mesin penyejuk udara. Semua jendela di empat sisi bangunan terbuka. Tak ada tulisan “Dilarang Duduk di Sini” di atas mebel-mebel di dalamnya.

Struktur rangka hingga dindingnya memakai kayu dan terekspos dari luar ataupun dalam ruangan. Lantainya hanya berlapis semen. Toko yang baru berdiri pada 2011 ini dibangun di lahan seluas lebih dari 2 hektare. Bangunannya berada di bagian muka lahan. Namun, di baliknya terdapat rumah pemilik toko yang kerap menjadi lokasi foto pasangan yang bakal menikah.

Kembali ke soal desain, gaya furnitur di toko itu bukan modern, tapi juga bukan tradisional. Ia seolah berada di tengah-tengah. “Kami memilih vintage karena barang-barang jadi lebih berkarakter,” kata Theresia Lo, pemilik Moje. Ide untuk menampilkan gaya ini muncul karena perempuan paruh baya tersebut suka mengumpulkan kayu-kayu dan barang-barang bekas.

Dari kumpulan barang-barang tersebut, kemudian ia mencari ide desain dari buku dan Internet. Ibu dua anak ini lalu membuat bengkel kerja di Bogor. Kayu-kayu ia gabungkan menjadi satu, jadilah sebuah meja makan atau kursi. Terlihat pula ketika Tempo datang ke Moje Natural pada Kamis lalu, kaleng bekas cat berubah menjadi bangku. Besi-besi tua ditempa kembali menjadi sebuah sofa.

Hasil pengerjaannya sangat rapi, mengingat materialnya dari barang bekas. Memang, kayu-kayunya ada yang tak sempurna: ada goresan atau catnya tidak menutup mulus. Namun, semua ketaksempurnaan beserta penataannya yang menyebar justru memberi kesan nyaman dan membebaskan imajinasi para tamu yang datang. Melihat bangku dan meja di sudut toko langsung terbayang suasana keluarga yang sedang duduk nyaman di kursi favoritnya masing-masing.

Lalu, lemari kecil dan laci-lacinya juga sangat dekat dengan kepribadian rumah yang tak selalu sempurna dan tak masalah kalau ada celah di sana-sini. Inilah gaya, yang mengambil istilah dunia desain interior, campuran antara rustic dan industrial. Rustic kuat dengan unsur kayu karena sesuai dengan namanya serasa berada di pedesaan, sedangkan industrial memakai beragam material bekas, dari besi, aluminium, sampai kayu.

Pada awal abad ke-21, kedua gaya ini berkembang pesat di AS, terutama di kawasan pesisir. Rumah-rumah pantai banyak yang memakainya hingga menyebar ke kafe, restoran, hingga ke Indonesia. Kebanyakan penyuka gaya ini orang-orang muda yang tak ada masalah jika punya furnitur bekas dan bopeng-bopeng.

Tak ada aturan khusus dalam menata perabot bergaya “jadul” ini. Meja dan kursi tidak perlu sama warna atau model. Semakin acak, semakin baik. Asalkan berada pada napas yang sama, dari material bekas dimodifikasi bentuk dan fungsinya menjadi baru. Skala juga menjadi perhatian utama. Jangan sampai ada satu perabot terlihat mendominasi yang lain.

Theresia mengatakan, walaupun terlihat sederhana, pengerjaan furnitur ini cukup rumit. “Harus menyesuaikan karakter kayu dengan barang,” ujarnya. Belum lagi menyelesaikan finishing, misalnya pengecatan, agar terlihat alami. “Perlu latihan dan trik khusus supaya barang terlihat luntur terkena matahari atau kehujanan.”

SORTA TOBING

Tidak ada komentar: